Rabu, 19 September 2012

Rumah Tumbuh Dandy Mahendra

http://intisari-online.com/read/rumah-tumbuh-dandy-mahendra
Wed, 19 Sep 2012 15:00:00

Intisari-Online.com - Dandy Mahendra dan Setio Utami, sang istri, memutuskan mengolah lahan seluas 4.000 m 2 yang mereka miliki di kawasan Dago Giri, Bandung. Pilihan jatuh kepada konsep rumah hijau sederhana, dirancang oleh Yu Sing. Mereka berpindah dari sebuah bangunan rumah konvensional dengan dinding tembok, ke sebuah rumah yang dibangun dengan dominasi material kayu dan bambu,serta desain easy maintenance.

Rumah yang sekaligus menjadi tempat berbisnis - dibuka warung bernama Warung Sitinggil - ini menghabiskan 150 m 2 (termasuk mezzanine) dari keseluruhan lahan. Sisa lahan dibiarkan berumput begitu saja sebagai efek padang hijau di pelataran rumah.

Pembangunan dimulai pada November 2011 dan selesai sekitar April 2012. Filosofi bangunan rumah ini sebetulnya sederhana; rumah yang menyatu dengan alam dan memilih konsep rumah tumbuh.

Biarkan bangunan itu hidup

Rumah tumbuh adalah istilah untuk pembangunan rumah yang dilakukan secara bertahap yang terencana sesuai dana yang tersedia. Artinya, sebuah rumah ketika dibangun tidak hanya selesai hanya di satu tahap pembangunan. Yang perlu disesuaikan adalah lahan dengan ruang yang ada. Berpegangan pada desain rumah tumbuh yang utuh, kita bisa memikirkan tahap-tahap mana yang ingin lebih dulu dibangun.

Konsep rumah tumbuh adalah pembangunan yang secara sadar dilakukan oleh para arsitek (atau konsumen) yang berpikir panjang. Yu Sing berbagi, “Ketika menghadapi klien yang hanya memiliki dana Rp100 juta, saya tetap membuat desain Rp150 juta. Daripada Rp100 juta, tapi bangunannya mati? Lebih baik saya membuatkan desain rumah yang bisa bertumbuh dan klien saya bisa pelan-pelan menabung.”

Menempati rumah tersebut bersama dua anak lelaki berusia SD dan kuliah, Dandy Mahendra memiliki beberapa ruang utama: tiga kamar tidur, ruang televisi, ruang tamu yang terintegrasi dengan ruang makan, lalu kamar mandi. Bentuk bangunan ini open building. Semua pintu kamar berhubungan langsung dengan dunia luar. Tidak ada sekat yang menghalangi. Tempat yang tertutup hanya kamar mandi dan kamar tidur.

Dimanjakan arsitektur dan alam Dandy Mahendra merasa, ketika tinggal di rumah tembok konvensional, hubungan keluarganya memang sudah harmonis. “Kehangatan memang bukan semata-mata ditentukan oleh ruang. Tapi bagaimana kemudian kita mau menjalin sebuah komunikasi. Rumah dibuat sehangat mungkin tapi kalau orang-orangnya tidak pernah ada di rumah, buat apa?” ujar Dandy.

Namun, Dandy menambahkan, menempati rumah berkonsep hijau menciptakan dampak-dampak baik untuk keluarga. Contoh pertama adalah, rumah hijau miliknya sukses mengurangi penggunaan lampu. Otomatis menekan biaya listrik. Contoh kedua menarik.

“Entah ini suatu hal yang negatif atau tidak. Anak saya baru beberapa hari tinggal di sini tiba-tiba bilang, ‘Ngapain, sih, bikin rumah kayak gini? Jadi malas ke mana-mana.’ Itu artinya, home sweet home sudah terbangun,” tutur Dandy.

Keluarga Mahendra ini juga punya tempat khusus untuk berkumpul, yaitu ruang TV. Mereka banyak menghabiskan waktu di sana. Oleh karena bangunan rumah yang nyaman tersebut, anak-anak Dandy lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, sementara ayah dan ibunya mengurus Warung Sitinggil (juga) di rumah.

Selayaknya sebuah lingkaran yang utuh, dalam kasus rumah di Dago Giri ini, arsitektur rumah berselaras dengan interaksi yang optimal dan kehangatan dari seluruh anggota keluarga. Lalu, apa rumah Dandy itu contoh sebuah rumah ideal? Yang jelas, rumah ini bisa dengan lantang kita katakan sebagai rumah yang nyaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar