Kamis, 25 Oktober 2012

Terpaksa Menggunakan Otak

Kadang kita selalu merasa bisa melakukan apa pun karena sudah ada pedomannya. Kita bisa membaca petunjuk dalam pedoman tersebut. Padahal, belum tentu kita bisa menerjemahkan apa maksud dari pedoman itu. Kalau kita bersabar dan mencoba memahaminya, sebenarnya cukup logika saja yang bekerja. Mungkin begitulah maksud kisah yang ditulis dalam The Prayer of The Frog berikut ini.

Dengan bantuan buku “Petunjuk Pemakaian” seorang wanita selama berjam-jam mencoba merakit alat rumah tangga yang rumit, yang baru saja ia beli. Akhirnya ia menyerah dan membiarkan bagian-bagian alat itu terserak di meja dapur.

Namun, ia terkejut ketika beberapa jam kemudian ia kembali dan menemukan alat itu sudah dirakit oleh pembantunya dan bekerja dengan sempurna.

“Bukan main, bagaimana engkau mengerjakannya?” tanyanya.

“Ah Ibu, kalau orang tidak dapat membaca,dia terpaksa menggunakan otaknya,” jawab si pembantu dengan tenang.

http://intisari-online.com/read/terpaksa-menggunakan-otak

Selasa, 23 Oktober 2012

Sinergi Memberi dan Menerima

Aristoteles dalam konsep zoon politicon mengungkapkan bahwa manusia senantiasa berinteraksi dan hidup bermasyarakat. Dalam lingkup masyarakat itu pula terjadi saling keterkaitan yakni menumbuhkan suatu ketergantungan yang saling membutuhkan satu sama lain.

Memahami lebih lanjut makna di atas, keberadaan dua danau di daerah Timur Tengah, Danau Galilea atau Tiberia dan Laut Mati dapat memberi kita pelajaran. Jarak keduanya tak begitu jauh, karena terdapat Sungai Yordan menjadi penghubung keduanya.

Danau Tiberia merupakan salah satu danau air tawar untuk tujuan wisata yang telah terkenal sejak dahulu. Danau yang memiliki ragam kehidupan melimpah, mulai dari flora dan binatang laut seperti plankton dan ikan tilapia. Sepanjang bibir danau pun tampak hijau dan merupakan sumber kehidupan bagi kehidupan lain. Kini puluhan hotel mewah telah berjejer di barisan pegunungan Golan tersebut.

Kondisi ini tampak berbeda 180° dengan Laut Mati. Layaknya nama yang dilekatkan pada danau ini, tiada biota air di danau ini. Bibir danau pun berupa bebatuan tanpa ada kehidupan pepohonan. Tak lain karena danau ini memiliki kandungan kadar garam yang sangat tinggi, bahkan berlipat melebihi kadar garam lautan. Kandungan garam tinggi ini karena memang dahulu terjadi retakan pada dasar lembah dan kemudian terisi oleh resapan air laut yang terjebak dan mengalami evaporasi terus-menerus.

Namun orang bijak mengatakan, perbedaan ini terletak pada aktivitas yang dilakukan oleh kedua danau tersebut. Danau Galilea menjadi muara bagi Sungan Yordan Atas, dan menjadi hulu bagi Sungai Yordan Bawah. Ia memberi dan menerima, tak hanya menampung namun juga mengalirkan. Lain halnya Laut Mati hanya menjadi muara bagi Sungai Yordan Bawah, ia hanya menerima tanpa memberi.

Danau Tiberias memberikan pelajaran sebagai danau yang memberi dan menerima air memberi kehidupan melimpah di sekitarnya, justru ia menjadi sumber kehidupan. Berbeda dengan Laut Mati yang hanya menerima, tanpa memberi ia tak menjadi sumber kehidupan bagi makhluk lain.

Demikian pula dalam kehidupan manusia, kodrat manusia sebagai zoon politicon membawanya pada interaksi dalam masyarakat melalui sinergi antara memberi dan menerima, keduanya haruslah seimbang sehingga menjadi sumber kehidupan bagi manusia di sekitarnya.

Sudahkah Anda bersinergi layaknya Danau Galilea?

http://intisari-online.com/read/sinergi-memberi-dan-menerima

Senin, 22 Oktober 2012

Meninjau Kembali Hidup Kita

Jika Anda berpikir bahwa tahun mendatang akan menjadi tahun terakhir Anda, perubahan apa yang akan Anda lakukan dalam hidup? Siapa yang akan Anda hubungkan dengan ini? Apakah Anda punya penyesalan? Ini adalah beberapa pertanyaan penulis Stephen Levine, yang mulai bertanya setelah bertahun-tahun mengajar meditasi dan teknik penyembuhan untuk pasien yang sakit parah.

Levine melakukan proyek penelitian sendirian. Ia menyebutnya “tahun untuk hidup”. Ia bertindak seolah-olah ia hidup hanya untuk satu tahun lagi. Ia mengkaji kembali peristiwa masa lalu yang telah berdampak pada hidupnya, baik dan buruk. Proses ini menginspirasi Levine untuk menunjukkan rasa terima kasihnya dan penghargaan kepada banyak orang yang telah menyentuh hidupnya dengan cara yang positif.

Langkah itu membantunya untuk lebih mengembangkan rasa penuh kasih dan welas asih di dunia. Ia menemukan kekuatan untuk memaafkan kesakitan dan kebencian di masa lalu. Pikiran sekarat Levine menemukan keberanian untuk berkomitmen penuh pada hidup –untuk mempercayai bahwa tidak ada yang bisa menyakitinya sekarang.

Bila Anda meminjam waktu untuk hidup, setiap menit akan diperhitungkan. Jika Anda bisa menciptakan makna yang lebih dalam hidup Anda, apa yang akan Anda lakukan? Lebih penting lagi, apa yang Anda tunggu?

http://intisari-online.com/read/meninjau-kembali-hidup-kita

Minggu, 21 Oktober 2012

Belajar ‘Mencari Nama’ dari Pram...

“Nama adalah bangunan atas hasil karyanya. Orang tak perlu mencari-carinya” - Pramoedya Ananta Toer

Banyak orang memimpikan agar diri mereka terkenal. Asa mereka agar setiap orang yang berpapasan dengannya di sudut jalan mengenal dan menyapa dirinya. Maka, sebagaian dari mereka berlomba-lomba untuk mencari nama agar dikenal. Terlebih bagi politisi atau public figure macam kini, mencari nama untuk popularitas adalah menu wajib.

Berbicara mengenai ‘mencari nama’ dan ingin menjadi terkenal, ada baiknya jika kita belajar dari guratan emosi sosok Pramoedya Ananta Toer lewat bukunya, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. Buku ini awalnya hanya berupa catatan harian Pram ketika menjalani masa hukuman penjara tanpa pengadilan di Pulau Buru.

Lama tak berjumpa dengan istri dan anaknya hampir 7 tahun, Pram mengisahkan romantika ketika ia mendapatkan sepucuk surat dari putrinya, Titiek. Surat yang Pram sebut sebagai ‘sertifikat dari seorang anak untuk ayah’ tersebut tertulis pada tanggal 9 Februari 1972, menggunakan mesin ketik sebelas jari sebanyak 4 lembar kuwarto, Pram-lah yang mengajari anak keempatnya tersebut menulis saat duduk di bangku kelas 3 SD.

Titiek bercerita dalam surat itu, kala ia mendaftarkan ke sekolah-sekolah baru, ia selalu mendapatkan pertanyaan awal, “Ini apa anak Pramoedya Ananta Toer?” Si anak sungguh merasa beruntung memiliki seorang ayah yang ternama. Bahkan ketika ia menginjak sekolah menengah farmasi, baru masuk sekolah 4 hari saja semua kawan-kawan dan guru-gurunya di sekolah sudah mengenalnya dan akhirnya ia ditunjuk menjadi wakil ketua kelas.

Ia pun lantas berkata, “Titiek sangat bangga mempunyai ayah seperti Ayahanda, Ayahanda adalah orang yang ternama. Cita-cita Titiek ingin mencari nama seperti Ayahanda,” ujarnya dalam surat.

Dalam surat balasan yang tak pernah tersampaikan pada anaknya (karena situasi Pulau Buru yang tak memungkinkan), Pram bercerita tentang nama. Pram merendah diri dengan mengatakan bahwa ia merasa tak memiliki kualitas yang baik seperti ketajaman pikiran, kekukuhan pendirian dan arena kejujuran yang setara dengan sosok ayahnya atau mertua Pram (Hadji Abdillah Thamrin) yang dianggap tenar pada masanya.

Pram menegaskan bahwa ia tak pernah mencari nama. Karena anaknya menganggap Pram punya nama lantaran kejadian di sekolah, maka nama itu tak lain adalah pemberian masyarakat. Nama tak perlu dicari, karena ia merupakan hadiah dari masyarakat atas apa yang kita lakukan.

“Nama bukan dicari, dia hanya imbalan. Kalau kau memberikan hasil kerjamu pada seseorang dan orang itu suka, engkau pun akan mendapat nama dari dia. Nama adalah produk sosial. Juga dibutuhkan ausdauer (daya tahan) untuk mempertahankan dan mengembangkannya. Nama adalah bangunan atas hasil karyanya. Orang tak perlu mencari-carinya,” tegas Pram.

Sekiranya jelas apa yang diungkapkan Pram terkait ‘mencari nama’ melalui catatan hariannya. Nama adalah konstruksi masyarakat atas tindakan yang kita lakukan. Sehingga apa yang kita lakukan, baik itu buruk maupun baik, akan melekat pada nama tersebut. Tentu Pram mendapat nama karena ia seorang penulis yang produktif meski beberapa karyanya ditentang oleh berbagai pihak.

Kita bisa belajar dari Pram, tak perlulah kita mencari nama dengan mengumbar sensasi. Cukup berkarya dan produktif sesuai dengan talenta masing-masing dengan maksimal, karena dari sanalah kita mendapat imbalan nama dari masyarakat atas ungkapan hasil karya kita.

http://intisari-online.com/read/belajar-mencari-nama-dari-pram

Rabu, 17 Oktober 2012

Membuat Anak Senang Menabung

Bagi orangtua yang memiliki anak-anak, pengenalan terhadap menabung sudah seharusnya dilaksanakan sejak awal dan dimulai dari lingkungan rumah. Ketika anak-anak dilingkupi banyak hal yang baik, maka si anak akan tumbuh menjadi individu positif dan memiliki persepsi yang positif akan berbagai kesempatan yang akan ditemui di masyarakat.

Berapa langkah di bawah ini dapat membantu dalam mendidik anak-anak kita untuk mulai menabung.

Belikan celengan

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah membelikan anak-anak kita celengan. Selanjutnya, jangan biarkan celengan “bicara sendiri“ pada mereka, namun lakukan sosialisasi yang tiada henti mengenai manfaat menabung. Setiap mereka memiliki uang yang bisa disimpan, sarankan untuk segera dimasukkan ke dalam celengan.

Jangan lupa menetapkan tujuan menabung. Perlu pula ditetapkan batasan waktu kapan celengan itu akan dipecah untuk merealisasikan tujuan dari menabung. Bisa enam bulan atau satu tahun ke depan.

Karena anak-anak belum memiliki pendapatan, ada baiknya kita memberi ide yang akan mendatangkan uang. Misalnya, penghargaan atas prestasi tertentu atau memberikan uang jajan yang berhasil dihemat. Besarnya uang jajan yang ditabung diserahkan kepada masing-masing anak.

Membeli sesuatu dari hasil menabung

Berhasil membeli benda atau mainan yang sangat didambakan dari hasil menabung di celengan akan sangat memotivasi anak-anak kita untuk terus menabung. Penulis teringat masa kecil, saat dapat membeli sebuah sepeda dari hasil celengan selama satu tahun. Peristiwa itu membekas hingga saat ini, sehingga keinginan untuk menyisihkan sedikit pendapatan untuk ditabung tetap kuat. Kenangan ini yang akhirnya membuat penulis yakin, menabung dapat menghadirkan mimpi dan menjadikan kegiatan menabung sebagai kebiasaan yang terus berlangsung.

Membuka rekening

Setelah mengenal celengan sebagai alat bantu menabung, anak-anak perlu dikenalkan pada rekening tabungan. Dengan membuka rekening tabungan, anak-anak juga diperkenalkan pada transaksi perbankan. Menulis besar uang yang ditabung pada formulir yang disediakan bank dan menyetor uang akan membuat anak-anak tertarik untuk selalu menabung.

Saat ini banyak bank membuat tabungan anak-anak, selain bentuk buku tabungannya berwarna khas anak-anak, jenis tabungan ini juga tidak menarik biaya administrasi yang besar, bahkan tidak dikenakan sama sekali. Mungkin bank-bank di Indonesia perlu juga membuat counter khusus anak-anak, agar lebih banyak lagi anak-anak tertarik menabung.

Orangtua jadi teladan

Mengenalkan cara menabung dan kemudian menikmati hasil tabungan akan membuat anak-anak senang menabung. Namun, pendidikan akan lengkap tatkala orangtua menjadi panutan dalam menabung untuk menyelesaikan masalah keuangan keluarga. Jika anak dilahirkan dalam keluarga yang tidak mengenal langkah menabung, maka sulit baginya memahami perjuangan untuk menahan keinginan tertentu guna mencapai keinginan lain. Akan hadir anak-anak dengan pola pikir instant yang menghalalkan segala cara untuk menghadirkan impiannya. Untuk itu dibutuhkan teladan yang datangnya dari orangtua.(Intisari)

http://intisari-online.com/read/membuat-anak-senang-menabung

Selasa, 16 Oktober 2012

Pelajaran Dalam Diplomasi

Jika Anda harus berurusan dengan perilaku tidak bijaksana seseorang, Anda bisa menghargai potongan kisah dari komponis dan pianis besar, Franz Liszt berikut ini.

Musisi dan pemain musik ini pernah sekali dirinya bertentangan dengan anggota penting dari pendengarnya. Tsar Rusia, Nicholas I, masuk terlambat ke gedung saat konser Liszt berlangsung. Padahal, peraturan setiap konser musik biasanya sama, saat konser berlangsung tidak boleh ada yang keluar masuk ruangan atau tepuk tangan. Itu boleh dilakukan saat jeda. Setelah duduk pun, Tsar terus berbicara dengan anggota rombongannya.

Liszt menyadari bila Nicholas tidak punya niat untuk mengakhiri obrolannya. Akhirnya Liszt berhenti di tengah permainannya, dan menundukkan kepalanya.

Karena hening, Nicholas lantas mengirim salah satu ajudannya untuk mencari tahu mengapa pianis itu tidak lagi bermain.

“Musik sendiri pun harus diam ketika Nicholas berbicara,” jawab Liszt.

Setelah itu, Liszt dapat menyelesaikan resitalnya dengan perhatian penuh dari Tsar. (BP)

http://intisari-online.com/read/pelajaran-dalam-diplomasi-

Minggu, 14 Oktober 2012

Belajar Bahasa, Otak Berkembang

Di Swedish Armed Forces Interpreter Academy, di kota Uppsala, Swedia, para pemuda yang pada awalnya tidak mampu berkomunikasi dengan beberapa bahasa seperti Arab, Rusia atau Dari (Persia), dalam waktu 13 bulan dapat menggunakan bahasa-bahasa tersebut secara lancar. Maklum, mereka harus belajar dengan keras dari pagi hingga sore, hari kerja maupun akhir pekan.

Sebagai control group (kelompok kontrol), para peneliti menggunakan para mahasiswa ilmu kesehatan dari Umeå University, juga di Swedia. Mereka dipilih karena dianggap sama-sama belajar dengan keras, seperti kelompok pertama, namun bukan dalam bidang bahasa. Selanjutnya kedua kelompok ini melakukan pemindaian MRI, sebelum dan sesudah periode belajar yang sangat intensif tadi.

Hasilnya menunjukkan bahwa ketika kelompok kontrol tidak mengalami perubahan dalam struktur otaknya, bagian tertentu dari otak mahasiswa yang belajar bahasa justru berkembang. Bagian yang mengalami perkembangan tersebut adalah hipokampus dan tiga bagian di wilayah korteks serebral.

Temuan lain adalah, “Bagian yang berbeda dari otak mengalami tingkat perkembangan yang berbeda tergantung pada seberapa baik performa mahasiswa tersebut dalam berbahasa serta seberapa besar usaha yang dikeluarkan saat menjalani kursus,” ujar Johan Mårtensson, seorang peneliti dari Lund University, Swedia.

Mahasiswa yang mengalami perkembangan lebih besar dalam hipokampus dan beberapa bagian dari wilayah korteks serebral berkorelasi dengan kemampuan bahasa yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain. Pada mahasiswa yang melakukan usaha lebih besar dalam belajar, pertumbuhan lebih besar terlihat pada wilayah motorik dari korteks serebral (middle frontal gyrus).

“Bahkan jika kita tidak dapat membandingkan dampak dari kursus bahasa intensif dengan kemampuan bahasa untuk seumur hidup, kita harus tetap percaya bahwa belajar bahasa adalah cara yang tepat untuk menjaga otak tetap tajam,” ujar Johan Mårtensson. (ScienceDaily)

http://intisari-online.com/read/belajar-bahasa-otak-berkembang

Sabtu, 13 Oktober 2012

Belajar Wirausaha, Kenapa Tidak?

Menjadi wirausahawan memang butuh keberanian. Setidaknya berani gagal. Kegagalan toh suatu keberhasilan juga. Selain keberhasilan yang tertunda, juga keberhasilan mencoba.

Dengan berpikir positif dan belajar dari kesalahan, wirausaha bukan lagi momok menakutkan. Kepekaan melihat peluang, merebut, lalu menekuninya, merupakan proses menuju kematangan. Bagi seorang wirausahawan, pengalaman menjadi bekal menghadapi hal paling buruk sekalipun.

Namun, sebelum benar-benar terjun ke dunia bisnis, ada baiknya membekali diri dengan semacam "ilmu", yang dapat diperoleh dari kursus atau pelatihan singkat dari berbagai institusi. Tiga yang dipaparkan di sini - dari sejumlah institusi lain - dipilih setidaknya karena telah melahirkan sejumlah wirausahawan muda yang pada taraf tertentu dapat dibilang berhasil.

Asah kecerdasan

Salah satu lembaga pendidikan kewirausahaan yang mulai berkibar adalah Jakarta Entrepreneurship University (JEU). Lembaga ini merupakan pelebaran sayap dari Yogyakarta Entrepreneur University (YEU), yang didirikan pada 1998 dan meraih animo cukup besar Kota Gudeg. Dari sukses itu, awal 2000 Purdi E. Chandra, S.E., M.B.A., Presiden Direktur Grup Primagama, membuka lagi lembaga pendidikan serupa di Jakarta, JEU.

Meski menyandang sebutan universitas, lembaga pendidikan ini tak menerapkan kurikulum baku bagi siswa. Mereka menerima pelajaran di kelas seminggu sekali. Harinya pun ditentukan mendadak. Jika besok ada kelas, peserta diberi tahu hari ini. Jadi, peserta dikondisikan berada dalam situasi yang serba tak pasti dan berubah mendadak. Itulah kondisi yang akan mereka temui setelah terjun menjadi wirausahawan kelak. Sang pengajar atau bintang tamu pengusaha sukses hanya mempresentasikan kesuksesan bisnisnya.

Lalu, sharing dan diskusi dilakukan. Jadi, sifatnya pencerahan wawasan dan penanaman motivasi.

Ada lima penekanan yang dilakukan dalam kegiatan belajar yang dijalani siswa. Pertama, mengasah kecerdasan emosional, yakni memotivasi siswa agar berani memulai usaha. Kedua, mengasah kecerdasan adversity,agar siswa dapat membedakan antara aset dan reliability. Ketiga, mengasah kecerdasan finansial, yakni merangsang siswa dari tak punya uang hingga bisa mendapatkan uang. Keempat, mengasah kecerdasan spiritual, melatih siswa agar punya kesabaran lebih, terutama dalam menghadapi karyawan dan kegagalan usaha. Kelima, mempertajam kreativitas dan intuisi, sehingga siswa dapat melihat peluang, dan memandang risiko sebagai tantangan.

Agus Setiawan, S.E., Kepala Urusan Enterprenersip JEU, menjelaskan, belakangan tim pengajar diambil dari alumnus JEU. Itu karena sebagian besar peserta adalah karyawan yang ingin pindah kuadran ke dunia usaha, sehingga tenaga pengajarnya pun diusahakan memiliki latar belakang serupa.

Sarjana Ekonomi lepasan Universitas Diponegoro Semarang itu mengimbuhi, kursus berlangsung seminggu sekali selama tiga bulan. Dalam satu angkatan, biasanya satu atau dua orang, boleh bayar semampunya. Namun, ia tetap harus berusaha keras mendapatkan uang, berapa pun jumlahnya. Itulah latihan pertama sebelum benar-benar terjun ke dunia bisnis.

Dari 400 peserta didik JEU, sekitar 60%-nya karyawan yang ingin pindah kuadran. Meski ada juga lulusan baru perguruan tinggi, pensiunan, ibu rumah tangga, karyawan PHK, bahkan lulusan SMU yang masih menganggur. "Kelompok yang disebut terakhir itu yang lebih gampang diajari, karena masih nekat," tambah bujangan 26 tahun asal Magelang itu.

Cakupan pelajarannya 40% teori dan 60% praktik. Usai pelajaran, biasanya siswa didorong agar besoknya sudah mencari lokasi untuk memulai usaha. Ada juga siswa yang "gatal", baru empat kali ikut pertemuan sudah langsung praktik.

Uniknya, siswa baru diwisuda jika sudah berhasil buka usaha, atau berhasil mengembangkan omset perusahaannya, atau berhasil membuka bisnis baru jika sudah punya usaha yang cukup maju.

Bagaimana jika usaha barunya itu diadang kendala? Dibuka kelas mentoring (pembimbingan) yang dapat diikuti seumur hidup. Gratis lagi. Mentoring seperti itu merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sini. Sedangkan bagi yang sudah berhasil, kelas pembimbingan dimanfaatkan untuk membangunkan kembali motivasi.

Jika ada yang bangkrut, teman lain akan membantu. Caranya, jika ia punya ide baru, yang lain boleh ikut berinvestasi. Dalam usaha patungan, trust (kepercayaan) menjadi hal utama yang harus dijaga.

Bermodal keterampilan

Berbeda dengan YEU dan JEU, yang membangun dan mengembangkan mental bisnis siswanya, maka Lembaga Pendidikan Ketrampilan dan Kewiraswastaan (LPKK) De Mono lebih menekankan pada pembekalan keterampilan.

Ada tiga kelompok besar keterampilan yang ditransfer ke siswa. Antara lain katering, menjahit, dan sekretaris. Kelas katering tampaknya paling menonjol baik dari segi peminat maupun keberhasilan out-put-nya.

Materi pembekalan untuk kelas katering meliputi manajemen katering, membuat masakan dalam dan luar negeri, garnish (menghias kue), macam-macam kue, dan sanitasi kesehatan yang diberikan langsung oleh Departemen Kesehatan (Depkes).

Kursus yang berlangsung empat bulan -tiga bulan teori dan satu bulan praktik. Biaya dapat dicicil. Pesertanya tak dibatasi secara ketat. Lulusan SMU, bisa. Ibu rumah tangga, tidak ditampik. Pria yang ingin bekerja menjadi koki di kapal, diterima pula. Pemilik usaha katering yang ingin mengantungi sertifikat Depkes, OK juga.

Kelas berikut yang banyak dipilih adalah kelas menjahit, dari tingkat dasar hingga mahir. Lama kursus empat bulan dengan sebulan penuh praktik. Peserta mesti membawa sendiri segala bahan dan perlengkapan. Selain lulusan SMU, pesertanya banyak pula yang sudah memiliki usaha garmen atau butik tapi ingin mempunyai sertifikat.

Tak kalah populer adalah kelas sekretaris. Pendidikan yang ini berlangsung setiap hari pukul 18.00 –21.00. Lama kursusnya empat bulan. Namun, dua bulan berikutnya diisi pelajaran tambahan komputer, gala dinner, table manner,dan public relations. Para alumni ini, selain mendapat ijazah D-1, juga dilengkapi sertifikat dari Martha Tilaar, Hotel Indonesia, dan Sari Ayu.

Sama seperti lulusan JEU, alumnus LPKK De Mono pun tidak langsung terjun bebas selepas belajar. Mereka terus dipantau oleh De Mono, bahkan yang gagal pun akan segera "ditangani" oleh Dewi Motik sendiri selaku pimpinan De Mono. Biasanya, ia akan terus-menerus dimotivasi agar berani mencoba lagi.

Cepat dan murah

Bila ingin pendidikan lebih singkat lagi, berguru di Pusat Peningkatan Keterampilan LPM Unika Atma Jaya bisa menjadi salah satu alternatif. Di sini, peserta mendapat pelatihan membangun motivasi berwirausaha, kreativitas dan kewirausahaan, manajemen pemasaran, manajemen keuangan, dan business plan. Tenaga pengajar direkrut dari kalangan akademisi, konsultan bisnis, dan praktisi bisnis berpengalaman dan diakui kepakarannya. Proses belajar tidak hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan juga outbound dan experiential learning.

Walau pelatihan hanya berlangsung enam hari, banyak manfaat dapat diserap, berupa bekal dan keterampilan berwirausaha, serta akses networking dengan berbagai entitas bisnis untuk membangun dan mengembangkan usaha. Bahkan, usai pelatihan pun ada program konsultasi, gratis, biasanya tentang business plan dan pembuatan proposal.

Bagi mereka yang telah memiliki usaha biasanya dikenakan biaya konsultasi maksimal Rp 2 juta, termasuk biaya mengikuti pelatihan atau seminar. Biaya itu dialokasikan untuk mengundang pakar dari instansi lain. Selesai pelatihan, "alumnus" diwadahi dalam Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia antarkampus.

Kini, pilihan ada di tangan Anda. Yang penting, pilihan itu sesuai dengan keinginan dan potensi Anda.

http://intisari-online.com/read/belajar-wirausaha-kenapa-tidak

Selasa, 09 Oktober 2012

Mulut Berduri, Seisi Kantor Terlukai

Gaya komunikasi tanpa disadari sering jadi masalah. Teman atau bawahan jadi sakit hati jika kritik disampaikan dengan cara kasar. Bagaimana mengalahkan tanpa kawan merasa dikalahkan?

Menurut Dr. Bambang Bhakti, MBA, gaya komunikasi amat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut seseorang. Termasuk budaya kantor tempatnya bekerja. Bila budaya kantor itu kental dengan birokrasi, maka nilai dalam diri orang itu adalah rasa aman, sehingga ia akan cenderung mudah mengatakan ‘ya’ kepada siapa pun, terutama pada atasan. Yang kemudian berkembang di sini pastilah budaya menghindari konflik, budaya harmonis, sehingga yang terjadi adalah komunikasi semu, yang tidak mencerminkan pendapatnya sendiri.

Pada kantor dengan budaya demokratis, tatanan nilai yang tercipta adalah egaliter. Memang tak semua karyawan perusahaan multinasional yang demokratis itu juga egaliter. Hanya, ciri karyawan egaliter pastilah bersikap lebih terbuka, bicara tanpa dibungkus, apa adanya.

Kita bekerja bukan mencari popularitas, melainkan ingin menjadi professional effective. Untuk menjadi efektif, harus ada rantai nilai yang sama dengan karyawan sekantor, bahkan dengan bagian lain dalam perusahaan itu. Katakanlah, rantai nilai itu kepuasan pelanggan. Demi rantai nilai itu, antarkaryawan boleh saling menuntut (demanding) ataupun mengkritik, agar kinerja melayani pelanggan tetap dan semakin baik.

Komunikasi efektif bukan banya mengerti What tetapi juga How. Seseorang seolah tampak mengerti, “Ya, memang harus begitu Pak, kita harus saling melayani.” What-nya mengerti tapi How-nya? Bagaimana ia menuntut atau mengkritik, ini jadi masalah. Tak diperhatikan cara bicaranya, intonasi suaranya, bahasa tubuh, dan sebagainya.

Tak jarang, kritik yang niatnya baik justru dirasa menyakiti. Ini bukan hanya seputar pertemanan horizontal saja, namun juga vertikal antara atasan-bawahan. Sebaiknya, setiap orang memiliki sikap ‘Jelas, Lugas, dan Tegas’ dengan siapa pun ia berkomunikasi, walaupun tiga ‘As’ ini sering berbanding terbalik dengan popularitas.

Apa itu 3 As, resep ala Dr. Bambang Bakti, MBA.?

1. Jelas. Pemilihan kata-kata harus jelas mengurai maksud kita.
2. Lugas. Hati harus terbuka, tak ada agenda tersembunyi, bebas dari niat buruk.
3. Tegas. Selain pada sikap, juga tampak pada opini dan warna kualitas diri, agar jelas terbaca oleh bos.

Bila tak punya “Tiga As” kita hanya jadi karyawan penurut, “Terserah pengarahan Bapak.” Jika bos memarahi atau menyindir, jangan marah sebab sebagai bawahan kita tak punya warna pribadi. Apa yang menjadikan kita berwarna? Ya, tiga As tadi.

Pimpinan yang tidak terlatih dalam teknik komunikasi memang ngomongnya nyelekit,mencari kesalahan manusianya (bukan prosesnya), penyindir, dan sebagainya. Siapa pun pimpinannya atau apa pun yang ia lakukan, bawahan harus menerima. Sebab, dia ditempatkan oleh orang yang berkuasa.

Tapi, “Mendukung bos agar sukses bukan berarti membuat dia senang”. Kedua hal itu sangat berbeda. Kalau sekadar menyenangkan bos, jilat saja dia. Padahal, beda pendapat sangat dimungkinkan. Hanya, ketika beradu argumentasi perlu keterampilan komunikasi. Dari wajah, sinar mata, bahasa tubuh dan ucapan bawahannya, bos bisa menangkap bahwa ia mendukung. Setidaknya, ia tak lagi senyinyir sebelumnya.

Ada cara bijak agar keterbukaan tetap berlangsung. Bila kita menjual gagasan dengan pendapat berbeda, maka dalam diri kita jangan mengklaim bahwa itu pemikiran kita. Sedapat mungkin kredit poinnya diambil oleh bos. Ini teknik, bagaimana pendapat yang kita keluarkan dipersepsikan sebagai pendapat bos, sehingga dia merasa tertolong dan mendapat nama. Jadi, menaikkan gengsinya tanpa ada unsur penjilatan.

Yang utama adalah pemilihan kata-kata agar keterbukaan tak saling menyakiti. Pikirkanlah dulu baik-baik sebelum mengucapkan sesuatu, sebab dampaknya bisa kemana-mana. Inilah seni dalam berkomunikasi dan berdebat. Walau bisa dipelajari, pada sebagian orang ada yang memiliki talenta.

Bagaimana seni mengajukan pendapat? Jika tak setuju dengan pendapat bos atau teman, Bambang memberi jalan dengan mengulum senyum khas yang tidak meledek atau menghina, bukan setuju tapi juga bukan menolak, jadi netral. Sikap ini akan memancing lawan penasaran dan bertanya.

Utarakan sisi positif pendapatnya, yang tentu memiliki banyak manfaat dan juga sejumlah risiko. Perlahan, uraikan saran Anda, yang tentunya lebih banyak manfaatnya serta lebih sedikit risikonya.

Paling aman, jika menyampaikan pendapat melalui “pertanyaan” bukan “pernyataan”. Sebab, pertanyaan akan merangsang lawan berpikir dan mempertimbangkan jawabannya. Bila kita bertanya dan bos memberi pilihan jawaban, maka ownership-nya (pemilik keputusan) ada di tangannya. Hal ini akan membuatnya suka dan naik gengsi. Tapi bila usulan itu berupa pernyataan, bila disetujui maka ownership ada di tangan kita bawahannya. Jadi berbeda nuansanya.

Dengan mengajak bos atau lawan melihat dari sudut pandang lain, ia digiring pada argumentasi kita dan ia akan mengambil keputusan tanpa merasa kalah atau kehilangan muka.

http://intisari-online.com/read/mulut-berduri-seisi-kantor-terlukai

Senin, 08 Oktober 2012

Meningkatkan Kinerja Otak

Pekerja kantoran sering kali menunda makan dengan alasan sibuk. Padahal, kebiasaan macam itu tak cuma buruk bagi tubuh, tapi juga bagi otak. Otot-otot tubuh akan lemas kalau terlambat mendapatkan energi dari makanan. Otak pun demikian. Maka, asupan makanan yang cukup kualitas dan kuantitasnya juga diperlukan oleh otak.

Untuk meningkatkan kinerja otak, dr. Daniel G. Amen, penulis buku Making a Good Brain Great Here,memberikan tujuh tips berikut.

1. Tingkatkan asupan air. Ingat, otak kita tersusun atas 80% air. Dehidrasi ringan saja dapat meningkatkan produksi hormon stres yang dapat merusak otak kita.

2. Batasi asupan kalori. Penelitian pada hewan dan manusia mengindikasikan bahwa diet dengan kalori terbatas baik bagi otak dan memperpanjang usia. Makan dalam jumlah lebih sedikit dapat memicu mekanisme tertentu di dalam tubuh untuk meningkatkan produksi nerve growth factors,yang bermanfaat bagi otak.

3. Konsumsilah ikan, minyak ikan, dan DHA, salah satu bentuk asam lemak omega-3. Penelitian dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa diet yang kaya asam lemak omega-3 membantu meningkatkan keseimbangan emosional dan mood yang sehat, mungkin karena DHA merupakan komponen utama dari deretan dendrit otak.

4. Konsumsilah makanan sumber antioksidan (vitmain E dan C). Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa asupan antioksidan dari buah dan sayur secara signifikan mengurangi penurunan kemampuan kognitif kita.

5. Konsumsilah protein, lemak baik, dan karbohidrat dalam porsi seimbang. Karenanya, pada setiap makanan atau camilan cobalah untuk mendapatkan protein, karbohidrat, dan lemak dalam keadaan seimbang.

6. Masukkan 24 bahan pangan sehat dalam diet harian Anda. Bahan-bahan pangan tersebut meliputi: sumber protein (ikan: salmon, tuna, makerel, hering; unggas: kalkun –tanpa kulit; daging merah: sapi dan babi; telur; tahu dan produk olahan kedelai; susu dan produk olahannnya; biji-bijian; garbanzo beans dan lentil: kacang-kacangan; karbohidrat kompleks (berry-berryan : blueberry, raspberry, stroberi, blackberry; jeruk; cherry; buah persik; brokoli; gandum; lada merah dan kuning; labu; bayam; tomat; ubi jalar), lemak (avokad; minyak zaitun; buah zaitun), serta cairan (air, teh hijau atau hitam). 7. Konsumsilah camilan rendah kalori.

Dengan demikian, tubuh Anda tetap sehat demikian juga dengan otak Anda. (Intisari)

http://intisari-online.com/read/meningkatkan-kinerja-otak

Kamis, 04 Oktober 2012

Belajar dari kepompong

Seorang anak sedang bermain dan
menemukan kepompong kupu-kupu di sebuah dahan yang rendah. Diambilnya kepompong tersebut dan tampak ada lubang kecil disana.
Anak itu tertegun mengamati lubang kecil tersebut karena terlihat ada seekor kupu-kupu yang sedang berjuang untuk keluar membebaskan diri melalui lubang tersebut.
Lalu tampaklah kupu-kupu itu berhenti mencoba, dia kelihatan sudah berusaha semampunya dan nampaknya sia-sia untuk keluar melalui lubang kecil di ujung
kepompongnya.

Melihat fenomena itu, si anak menjadi iba dan mengambil keputusan untuk membantu si kupu-kupu keluar dari kepompongnya.
Dia pun mengambil gunting lalu mulai membuka badan kepompong dengan guntingnya agar kupu-kupu bisa keluar dan terbang dengan leluasa.
Begitu kepompong terbuka, kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya. Akan tetapi, ia masih memiliki tubuh gembung dan kecil.
Sayap-sayapnya nampak masih berkerut.
Anak itu pun mulai mengamatinya lagi dengan seksama sambil berharap agar sayap kupu-kupu tersebut berkembang sehingga bisa membawa si kupu-kupu mungil terbang menuju bunga-bunga yang ada di taman.

Harapan tinggal harapan, apa yang
ditunggu-tunggu si anak tidak kunjung tiba.
Kupu-kupu tersebut terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap yang masih berkerut serta tidak berkembang dengan sempurna. Kupu-kupu itu akhirnya tidak mampu terbang seumur hidupnya.

Si anak rupanya tidak mengerti bahwa kupu-kupu perlu berjuang dengan usahanya sendiri untuk membebaskan diri dari kepompongnya. Lubang kecil yang perlu dilalui akan memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu masuk ke dalam sayap-sayapnya sehingga dia akan siap terbang dan memperoleh kebebasan…

(Setengah Isi, Setengah Kosong –
Parlindungan Marpaung)

Apa yang kita dapat dari kutipan tersebut?
Kita mungkin harus terus berjuang menjalani kehidupan kita, terus belajar dari pengalaman, bahkan pengalaman orang lain sekalipun.

Selamat berjuang menjalani proses
kehidupan ini.

Salam sukses!!

Senin, 01 Oktober 2012

Agar Karyawan Baik Betah

Buat perusahaan, karyawan berprestasi adalah aset berharga. Sayangnya, sering kali "para jagoannya" ini dengan mudahnya tergoda, atau memutuskan resign dari tempatnya bekerja. Lebih karena faktor salah urus, atau ada sesuatu yang memang tak pernah terpuaskan dalam diri si karyawan?

Iman Santoso, Psi, mencatat beberapa kecenderungan karyawan baik yang perlu diwaspadai perusahaan.

- Untuk mengaktualisasikan potensinya, mereka butuh challenge baru, tugas-tugas baru, tanggung jawab baru yang berbeda dari sebelumnya. Mereka tak menyukai pekerjaan yang monoton.
- Bagaimanapun, sebagai manusia biasa, mereka ingin keberadaannya mendapatkan apresiasi sosial. Setidaknya, jerih payahnya diakui atau dihargai oleh perusahaan. Jika perusahaan tidak peduli pada setiap pencapaian prestasi karyawan, maka ia akan mencari perusahaan lain yang bisa mengapresiasi kemampuannya.
- Hati-hati juga pada karyawan yang memiliki kebutuhan bersosialisasi yang kuat. Mereka biasanya sangat mencari posisi harmonis dalam interaksi sosial dengan rekan kerja. Oleh karena itu, kalau mereka menjadi karyawan terbaik, ada kemungkinan mereka akan merasa tidak nyaman, karena menjadi unggul sendirian di antara rekan-rekannya. Dalam budaya Indonesia yang kolektif, menjadi yang terbaik sendirian di antara kelompok merupakan hal yang kurang bisa diterima.

Lalu, bagaimana merawat karyawan terbaik?
1. Pastikan selalu ada tantangan yang sesuai dengan potensi diri mereka.
2. Berikan kepercayaan, delegasikan tugas sesuai kewenangan yang dimiliki.
3. Berikan fasilitas, dukungan dan penghargaan yang memadai agar mereka mudah dan nyaman dalam bekerja. Berikan fasilitas kerja sejauh hal ini reasonable dan tersedia anggarannya. Misal laptop, untuk pekerjaan yang butuh mobilitas dan kecepatan.
4. Agar karyawan tak merasa dimanjakan, yang bisa menimbulkan kecemburuan karyawan lain, perlu dibuat kontrak kinerja bahwa mereka akan memberi hasil terbaik dan perusahaan akan pegang janji menyediakan fasilitas yang diperlukan.

Karena betah adalah psychological state of feeling,maka tidak ada formula yang baku. Betah atau tidaknya karyawan juga ditentukan sejauh mana nilai-nilai pribadi mereka bisa sejalan dengan nilai-nilai yang diterapkan perusahaan.

Sebaiknya perusahaan memfokuskan pada apa yang menjadi kebutuhan dasar karyawan. Untuk itu perlu ada semacam survei internal untuk mengetahui apa yang jadi kebutuhan dasar dan aspirasi mereka. Intinya, perlakukan karyawan sesuai dengan kemampuan dan motivasi mereka masing-masing. Hubungan yang saling menguntungkan antara karyawan dan perusahaan akan terjalin kalau masing-masing pihak bisa mengambil manfaat yang terbaik. (Intisari)

http://intisari-online.com/read/agar-karyawan-baik-betah